Selasa, 01 September 2015

Ikhlas di area pembuangan

By: Prasetyo Bayanaka

Pagi-pagi sudah disambut kata "ikhlas" di kepala. Ibarat kita memilih tinggal di area sampah, ya kudu ikhlas mencium bau busuk tiap hari dan terus menerima "doktrin" ikhlas, sampai kita bisa mencium harum kesturi pada tiap sampah yang dibuang ke dekat kita atau bahkan langsung ke muka kita. Jika kita berusaha berontak maka kita segera di bekap dengan kain agar "bungkam". Jika masih berontak, kita dinilai sudah mengacak-acak system atau pakem yang ada. Dan kalau masih nekat berontak juga... sayonara, goodbay, wassalam.....

Seperti halnya buruh yang didoktrin untuk "ikhlas" bahwa pengusaha dimana-mana sama. Mereka (para pengusaha) selalu berprinsip "pengeluaran kecil, dapet Banyak". Atau contoh lain adalah oknum agen nakal penyalur figuran di sinetron. Meraka dapet Rp. 100.000,- tapi yang dikasih ke pekerja "kecil" cuma Rp, 25.000,- dengan dalih banyaknya pengeluaran "ini dan itu". Pokoknya 25% buat pekerja, 75% buat Boss. Jadi kudu Ikhlas. Ini sudah pakem.

Mungkin itu sebabnya sekarang ini banyak orang yang mengambil profesi lain sebagai tukang GOJEK. Iya, sebab didalam rumus GOJEK gak ada system gaji tapi adanya system bagi hasil 80:20. 80 persen untuk tukang gojek, 20 persen untuk gojek ( sumber ). Nah, coba bayangkan kalau perusahaan memakai system ini. Di jamin perusahaan tidak akan rugi (meski tidak untung besar sih) bahkan bisa mensejahterakan kehidupan bersama dan mencapai Keadilan sosial dan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia.




Minggu, 30 Agustus 2015

"Merdeka" bersama

By: Prasetyo Bayanaka


Indonesia ada karena persatuannya, keinginan secara bersama dari kelompok-kelompok/ orang-orang yang berbeda-beda untuk MERDEKA dari keterpurukan. Sedangkan keterpurukan Indonesia saat ini terjadi  karena masing-masing kelompok/ orang-orang ingin me-MERDEKA-kan kepentingan pribadi demi kepuasan sendiri. Semua berdalih bahwa "ini adalah pilihan hidup dan kita berhak menentukan jalan hidup kita". Namun masih adakah yang lebih memilih untuk mengatakan "Rawe Rawe Rantas Malang-Malang Putung” Maju tak gentar, pantang Mundur untuk MERDEKA dan BAHAGIA bersama-sama ?

  
Berjuang untuk selalu mencapai apa yang menjadi kemauan diperlukan suatu semangat lebih yang tak kenal kata menyerah. Manusia yang sengsara atau menderita bukan lantaran garis hidup yang sudah ditentukan demikian, tapi kebanyakan karena mereka yang mudah menyerah. Bubarnya suatu keluarga, lantaran salah satu atau dua-duanya mudah menyerah dan tidak berani menghadapi apa yang ada di depan, cenderung khawatir, takut miskin, takut tidak sukses, takut merusak citra dan segala ketakutan yang lain. Tenggelam dalam pembuktian ke-GAGAH-an pribadi/ kelompok.


Padahal dengan ber-SATU-nya kelebihan dari individu/ masing-masing kelompok dapat menghasilkan suatu kekuatan tak terukur,  mempercepat kesuksesan dan kemerdekaan bersama. Bersatu itu bukan berarti harus satu pandangan dan pemikiran, melainkan bersatu adalah: "bersama dalam berbuat"  demi mencapai tujuan utama dari perbedaan pandangan yang ada, yaitu "BAHAGIA". Suatu kebahagiaan yang muncul dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

"Merdeka atau Mati" ... Lebih baik maut menjemputku lebih dahulu dari pada kata "menyerah" yang lebih dahulu menggoyang pikiranku.








Rabu, 18 Maret 2015

Sedekah Kesombongan



Apa itu sombong?

Menukil pendapat Ibnu Jawziy sang Ulama Psikolog klasik yang wafat sekitar tahun 597 H. Menerangkan bahwa sombong itu adalah meninggikan diri sendiri seraya merendahkan yang lainnya. Orang yang sombong merasa lebih unggul dari orang lain, mungkin dari segi keturunan, harta, ilmu, ibadah, atau yang lainnya.

Dan, sombong berdasarkan buku Al Thibb Al Ruhani termasuk kepada jenis penyakit ruhani. Ciri penyakit ini menurut beliau rahimahullah adalah perasaan yang lebih mulia, ingin dihargai, congkak, dan ingin dihormati.

Bahayakah sikap sombong?

Abu Salamah berkata, "Abdullah ibn Umar berpapasan dengan Ibn Amr di Marwah. Lalu keduanya turun sambil bercakap-cakap. Ketika 'Abdullah ibn Umar berlalu, Ibn Amr lalu terduduk lesu seraya menangis tersedu-sedu. Seseorang bertanya, 'Mengapa Engkau Menangis?' Ia Menjawab sambil menunjuk ke Abdullah ibn Umar, "Orang ini memberitahu bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, 'Barangsiapa di hatinya terdapat sebiji sawi kesombongan, Allah akan menelungkupkan wajahnya ke api nereka" (HR. Al Bayhaqi)

Tidak hanya itu, dalam riwayat Muslim dari Ibn Mas'ud bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Tidak akan masuk ke surga orang yang dihatinya masih terdapat sebutir atom kesombongan.

Dalam sebuah atsar disebutkan: اَلْكِبْرُ عَلَى الْمُتَكَبِّرُ صَدَقَةٌ 
(Bersikap sombong kepada orang sombong adalah sedekah)

Kesombongan yang dimaksud adalah bersikap sombong dengan anggota tubuh, yaitu dengan  dengan niat untuk memberikan pelajaran agar orang sombong tersebut sadar akan kesombongannya, dan di dalam hati tetap meyakini bahwa di sisi Allah bisa jadi orang tersebut lebih mulia darinya.   

Misalnya dengan memalingkan muka ketika bertemu dengannya, berkata kasar, bersikap acuh dan sejenisnya.  Pada hakikatnya sikap seperti itu bukanlah kesombongan jika hati tidak sombong dan dengan niat untuk menasihati.  Ia merupakan sebuah strategi dakwah agar orang sombong tersebut sadar.

Ada beberapa tanda yang menunjukkan bahwa seseorang bersikap sombong, di antaranya adalah:

- Dihadapan orang kaya/ terkenal/ besar ia bersikap santun namun jika dihadapan orang yang "rendah" ia bersikap acuh dan ala kadarnya bertegur sapa.

- Jika diberi nasihat dia berlaku "defensive" penuh alasan bahkan marah dan tersinggung.

- Merasa sudah punya "kedudukan" sehingga tiap orang HARUS menghormatinya.

- Malas dan tidak mau menimba ILMU karena merasa sudah "CUKUP".

- Hanya mau menerima nasihat dari orang yang memiliki "kedudukan".

- Sibuk mengkoreksi orang lain tapi tak pernah mengkoreksi diri sendiri.

- Meninggalkan ibadah (sholat) karena merasa bahwa berbuat baik saja sudah cukup.

Penulis kitab Bariqah Mahmudiyah mengatakan, "Bersikap sombong kepada orang yang sombong adalah sedekah, karena jika kita bersikap tawadhu di hadapan orang yang sombong, maka itu akan menyebabkan dirinya terus-menerus berada dalam kesesatan"



Rabu, 27 Agustus 2014

Penyebab Iri Hati, Dengki, Hasut, Fitnah, Buruk Sangka, dan Khianat


  Orang yang hasad adalah orang yang merasa tidak senang mengetahui kenikmatan atau kebahagiaan yang dialami orang lain. Selain itu, dikatakan juga bahwa orang yang hasad ialah orang yang menginginkan kenikmatan hilang dari orang lain. Dia belum merasa tenang jika orang lain belum mengalami kondisi seperti yang diharapkannya. Hal itu berbeda dengan al-ghibthah,yaitu orang yang hanya menginginkan kenikmatan seperti yang dialami orang lain tanpa menginginkan kenikmatan itu hilang dari orang lain.Namun pada hakikatnya, dengki adalah perasaan marah atau benci terhadap segala sesuatu yang baik yang dilihatnya pada diri orang lain.

Iri Hati, Dengki, Hasut, Fitnah, Buruk Sangka, dan Khianat antar sesama manusia disebabkan oleh banyak hal, diantaranya adalah:

1. Merasa dirinya paling hebat, terlampau kagum dan pemujaan terhadap kehebatan dirinya. Ia keberatan bila ada orang lain melebihi dirinya.

2. Kesombongan, Ia memandang remeh orang lain dan karena itu ia ingin agar dipatuhi dan diikuti perintahnya. Ia takut apabila orang lain memperoleh kenikmatan atau kesenangan, dan menyebabkan orang tersebut berbalik dan tidak mau tunduk kepadanya.

3. Kikir, orang seperti ini senang bila orang lain terbelakang dari dirinya, seakan-akan orang lain itu mengambil dari milik dan simpanannya. Ia ingin meskipun nikmat itu tidak jatuh padanya, agar ia tidak jatuh pada orang lain.

4. Karena sudah ada permusuhan. Ini adalah penyebab kedengkian yang paling parah. Ia tidak suka orang lain menerima nikmat, karena dia adalah musuhnya. Maka akan diusahakannya jangan ada perolehan kebajikan pada orang tersebut. Bila musuhnya itu mendapat kenikmatan atau kebahagian, hatinya menjadi sakit karena bertentangan dengan tujuannya.

5. Takut mendapat saingan. Bila seseorang menginginkan atau mencintai sesuatu maka ia khawatir kalau mendapat saingan dari orang lain, sehingga tidak terkabullah apa yang ia inginkan. Karena itu setiap kelebihan yang ada pada orang lain selalu ia tutup-tutupi. Bila tidak, dan persaingan terjadi secara sportif, ia takut kalau dirinya tersaingi dan kalah.

6. Ambisi memimpin, senang pangkat dan kedudukan. Ia tidak menoleh kepada kelemahan dirinya, seakan-akan dirinya tak ada tolok bandingnya. Jika ada orang ingin menandinginya, tentu itu menyakitkan hatinya, ia akan mendengkinya dan menginginkan lebih baik orang itu habis saja karirnya, atau paling tidak hilang pengaruhnya.

7. Terlalu lama memegang kekuasaan. Ia merasa tidak ada yang pantas atau lebih baik dari dirinya tuk memimpin. dia anggap semua orang adalah bodoh dan tak mengerti. Ia anggap kalau selain dirinya yang memimpin pasti akan hancur.

8. Terlalu cinta terhadap keluarga. Cinta berlebihan membuatnya lupa diri. Ia takut "perusahaan" miliknya dipegang oleh orang lain yang bisa jadi orang lain lebih baik dan lebih pintar dari keluarganya. Begitu ada yang lebih Pintar dari keluarganya langsung di CUT-OFF.

9. Takut miskin. Karena tak punya kemampuan yg bisa meningkatkan skillnya dan khawatir kalau diluar perusahaan dia tak bisa hidup mandiri lalu miskin kembali, maka ia memulai praktek "menjilat dan adu domba". Ia fitnah pesaing-pesaingnya. Ciri orang seperti ini akan selalu tampak sangaaaatttt sopan dan penurut. Tidak pernah membantah dan selalu bahagia pada perintah. Ia lebih memilih jadi "babu" boss-nya daripada jadi partner kerja saingannya.








Kamis, 14 Agustus 2014

Renungan Dua Insan


By :  Prasetyo

Kesadaran dan ketidaksadaran adalah dua sisi yang harus dijalani manusia dalam perjalanan kehidupan dan kematiannya. Perjalanan den­gan aneka warna yang harus ditempuh. Entah tua, muda, pria, atau wan­ita semuanya sama saja. Semua memiliki riak gejolak yang menggoda di kehidupan ini. Gejolak atas nama nafsu, dendam, amarah, iri, has­ud, dengki, sombong, serakah, dan lain-lain. Gejolak yang menjadikan manusia tidak sadar atas apa yang kemudian dilakukannya. Benar atau salah, baik atau buruk, merugikan atau tidak bagi dirinya atau orang lain. Dalam prakteknya, ketika manusia berada pada titik ketidaksadaran, se­gala riak perasaan dan pikiran menjadi sebuah irama musik dan tarian tersendiri bagi jiwanya. Hingga menjadikannya sulit untuk berhenti dari menemukan kembali titik kesadarannya. Kesadaran yang menjadi se­buah identitas baru yang disebut jati diri. Jati diri bagi diri sendiri dan bagi diri lainnya yang merasa hidup sebagai manusia. Kesadaran yang dapat menjadikan hidup lebih tenang dan tentram dalam menyikapi segalan­ya, besar atau kecil dalam lingkaran kehidupan. Hingga tak ada lagi riak gejolak negatif, tak ada lagi tangis derita dan distorsi kehampaan jiwa.


Dalam hidup setiap orang punya jatah masing-masing. Begitu juga masalah cinta. Setiap pasangan punya jatah dalam mencintai dan dicintai. Kita tak pernah bisa mengukur berapa besar/kecil jatah cinta itu. Namun kita hanya bisa melihat dan merasakannya melalui sebuah sikap dari setiap orang yang telah menyatakan cinta. Sikap yang menggambar­kan tanggung jawab, perhatian, menghargai, memaafkan, memberi yang terbaik, terbuka, mempercayai dan dapat dipercaya, sabar meredam ego dan keakuan. Bohong, jika kita tak memerlukan cinta. Bodoh, jika kita tak mau dicinta dan mencinta. Bosan, jika tak ada cinta dalam hidup. Bohong, jika kita tak memerlukan cinta. Bodoh, jika kita tak mau dicinta dan mencinta. Bosan, jika tak ada cinta dalam hidup kita.


Salam Cinta


(Sebuah Coretan pembuka pada buku Puisi Karya Adri & Dyah : RENUNGAN DUA INSAN) 





Selasa, 25 Maret 2014

Keutamaan Surat Al-Fatihah


Surat Al-Fatihah adalah surat yang amat masyhur, telah dikenal oleh seluruh kaum muslimin. Saking terkenalnya, terkadang sebagian kaum muslimin menyalahgunakannya, seperti membacanya untuk orang mati saat ziarah kubur, atau mengirimkan pahalanya kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Syaikh Abdul Qodir Al-Jailaniy, dan orang-orang yang telah mati. Semua ini tak ada contohnya dari Allah dan Rasul-Nya.


Surat Al-Fatihah amat masyhur, namun banyak di antara kita tak mengetahui fadhilah, dan keutamaannya. Padahal banyak sekali hadits-hadits yang menunjukkan keutamaannya, baik dari sisi kandungan atau kedudukannya di sisi Allah -Azza wa Jalla-. Diantara fadhilah dan keutamaan Surat Al-Fatihah:


Surat yang Paling Agung

Orang yang membaca Al-Fatihah akan mendapatkan balasan pahala yang besar di sisi Allah. Terlebih lagi jika ia membacanya dengan ikhlash, dan mentadabburi maknanya.

Abu Sa’id bin Al-Mu’allaa -radhiyallahu ‘anhu- berkata,

كُنْتُ أُصَلِّيْ فَدَعَانِيَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ أُجِبْهُ, قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنِّيْ كُنْتُ أُصَلِّيْ, قَالَ: أَلَمْ يَقُلِ اللهُ: (اسْتَجِيْبُوْا لِلّهِ وَلِلرَّسُوْلِ إِذَا دَعَاكُمْ), ثُمَّ قَالَ: أَلاَ أُعَلِّمُكَ أَعْظَمَ سُوْرَةٍ فِي الْقُرْآنِ قَبْلَ أَنْ تَخْرُجَ مِنَ الْمَسْجِدِ؟. فَأَخَذَ بِيَدِيْ, فَلَمَّا أَرَدْنَا أَنْ نَخْرُجَ, قُلْتُ: يَا رَسُوْلَ اللهِ, إِنَّكَ قُلْتَ: لأُعَلِّمَنَّكَ أَعْظَمَ سُوْرَةٍ مِنْ الْقُرْآنِ. قَالَ: (الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ), هِيَ السَّبعُ الْمَثَانِيْ وَاْلقُرْآنُ الْعَظِيْمُ الَّذِيْ أُوْتِيْتَهُ

Dulu aku pernah sholat. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- memanggilku. Namun aku tak memenuhi panggilan beliau. Aku katakan, “Wahai Rasulullah, tadi aku sholat“. Beliau bersabda, “Bukankah Allah berfirman,

“Penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu“. (QS. Al-Anfaal: 24).

Kemudian beliau bersabda, “Maukah engkau kuajarkan surat yang paling agung dalam Al-Qur’an sebelum engkau keluar dari masjid”?. Beliau pun memegang tanganku. Tatkala kami hendak keluar, maka aku katakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya tadi Anda bersabda, “Aku akan ajarkan kepadamu Surat yang paling agung dalam Al-Qur’an”. Beliau bersabda, “Alhamdulillahi Robbil alamin. Dia ( Surat Al-Fatihah) adalah tujuh ayat yang berulang-ulang, dan Al-Qur’an Al-Azhim yang diberikan kepadaku”. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4720), Abu Dawud dalam Sunan-nya (1458), dan An-Nasa’iy dalam Sunan-nya (913)]

Al-Imam Ibnu At-Tiin-rahimahullah- berkata saat menjelaskan makna hadits di atas, “Maknanya, bahwa pahalanya lebih agung (lebih besar) dibandingkan surat lainnya”. [Lihat Fathul Bari(8/158) karya Ibnu Hajar Al-Asqolaniy]


Surat Terbaik dalam Al – Qur’an

Surat Al-Fatihah merupakan surat terbaik, karena ia mengandung tauhid, ittiba’ (mengikuti) Sunnah, adab berdo’a, al-wala’ wal baro’, keimanan terhadap perkara gaib, dan lainnya.

Ibnu Jabir-radhiyallahu ‘anhu- berkata,

اِنْتَهَيْتُ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ إِهْرَاقَ الْمَاءَ فَقُلْتُ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَقُلْتُ: السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَقُلْتُ السَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيَّ فَانْطَلَقَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْشِيْ وَأَنَا خَلْفَهُ حَتَّى دَخَلَ عَلَى رَحْلِهِ وَدَخَلْتُ أَنَا الْمَسْجِدَ فَجَلَسْتُ كَئِيْبًا حَزِيْنًا فَخَرَجَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَدْ تَطَهَّرَ فَقَالَ : عَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ وَ عَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ و عَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ ثُمَّ قَالَ اَلاَ أُخْبِرُكَ يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ جَابِرٍ بِخَيْرِ سُوْرَةٍ فِيْ الْقُرْآنِ قُلْتُ بَلَى يَا رَسُوْلَ اللهِ قَالَ: اِقْرَأْ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ حَتَّى تَخْتِمَهَا

Aku tiba kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , sedang beliau mengalirkan air. Aku berkata, “Assalamu alaika, wahai Rasulullah”. Maka beliau tak menjawab salamku (sebanyak 3 X). Kemudian Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- berjalan, sedang aku berada di belakangnya sampai beliau masuk ke kemahnya, dan aku masuk ke masjid sambil duduk dalam keadaan bersedih. Maka keluarlah Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- menemuiku, sedang beliau telah bersuci seraya bersabda, “Alaikas salam wa rahmatullah (3 kali)”. Kemudian beliau bersabda, “Wahai Abdullah bin Jabir, maukah kukabarkan kepadamu tentang sebaik-baik surat di dalam Al-Qur’an”. Aku katakan, “Mau ya Rasulullah”. Beliau bersabda, “Bacalah surat Alhamdulillahi Robbil alamin (yakni, Surat Al-Fatihah) sampai engkau menyelesaikannya“. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (4/177). Hadits ini di-hasan-kan oleh Al-Arna’uth dalam Takhrij Al-Musnad (no. 17633)]


Al – Fatihah adalah Al – Qur’an Al – Azhim

Surat Al-Fatihah dinamai oleh Allah dengan “Al-Qur’an Al-Azhim”, padahal Al-Qur’an Al-Azim bukan hanya Al-Fatihah, masih ada surat-surat lainnya yang berjumlah 11 3. Namun Allah -Azza wa Jalla- menamainya demikian karena kandungan Al-Fatihah meliputi segala perkara yang dikandung oleh Al-Qur’an Al-Azhim secara global. Wallahu A’lam bish showab.

Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

أُمُّ الْقُرْآنِ هِيَ السَّبْعُ الْمَثَانِيْ وَالْقُرْآنُ الْعَظِيْمُ

Ummul Qur’an (yakni, Al-Fatihah) adalah tujuh ayat yang berulang-ulang, dan Al-Qur’an Al-Azhim“. [HR. Al-Bukhoriy dalam Shohih-nya (4427), Abu Dawud dalam Sunan-nya (1457), dan At-Tirmidziy dalam Sunan-nya (3124)]


Surat Ruqyah

Al-Qur’an seluruhnya bisa digunakan dalam meruqyah. Namun secara khusus Al-Fatihah pernah dipergunakan oleh para sahabat dalam meruqyah sebagian orang yang tergigit kalajengking. Dengan berkat pertolongan Allah, orang yang digigit kalajengking tersebut sembuh kala itu juga.

Sekarang kita dengarkan kisahnya dari sahabat Abu Sa’id Al-Khudriy -radhiyallahu ‘anhu- ketika beliau berkata,

انْطَلَقَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ سَفْرَةٍ سَافَرُوْهَا حَتَّى نَزَلُوْا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوْهُمْ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوْهُمْ فَلُدِغَ سَيِّدُ ذَلِكَ الْحَيِّ فَسَعَوْا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ يَنْفَعُهُ شَيْءٌ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَوْ أَتَيْتُمْ هَؤُلاَءِ الرَّهْطَ الَّذِيْنَ نَزَلُوْا لَعَلَّهُ أَنْ يَكُوْنَ عِنْدَ بَعْضِهِمْ شَيْءٌ فَأَتَوْهُمْ فَقَالُوْا: يَا أَيُّهَا الرَّهْطُ إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ وَسَعْيُنَا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لاَ يَنْفَعُهُ فَهَلْ عَنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ مِنْ شَيْءٍ ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: نَعَمْ وَاللهِ إِنِّيْ لأَُرْقِي وَلَكِنْ وَاللهِ لَقَدْ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَلَمْ تُضَيِّفُوْنَا فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمْ حَتَّى تَجْعَلُوْا لَنَا جُعْلاً فَصَالَحُوْهُمْ عَلَى قَطِيْعٍ مِنَ الْغَنَمِ فَانْطَلَقَ يَتْفُلُ عَلَيْهِ وَيَقْرَأُ { الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ } . فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ فَانْطَلَقَ يَمْشِي وَمَا بِهِ قَلَبَةٌ . قَالَ: فَأَوْفَوْهُمْ جُعْلَهُمُ الَّذِيْ صَالَحُوْهُمْ عَلَيْهِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: اقْسِمُوْا فَقَالَ الَّذِيْ رَقِيَ: لاَ تَفْعَلُوْا حَتَّى نَأْتِيّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَذْكُرَ لَهُ الَّذِيْ كَانَ فَنَنْظُرَ مَا يَأْمُرُنَا فَقَدِمُوْا عَلَى رَسُوْلِ اللهِ فَذَكَرُوْا لَهُ فَقَالَ: وَمَا يُدْرِيْكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ . ثُمَّ قَالَ: قَدْ أَصَبْتُمْ اقْسِمُوْا وَاضْرِبُوْا لِيْ مَعَكُمْ سَهْمًا . فَضَحِكَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Ada beberapa orang dari kalangan sahabat Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah berangkat dalam suatu perjalanan yang mereka lakukan sampai mereka singgah pada suatu perkampungan Arab. Mereka pun meminta jamuan kepada mereka. Tapi mereka enggan untuk menjamu mereka (para sahabat). Akhirnya, pemimpin suku itu digigit kalajengking. Mereka (orang-orang kampung itu) telah mengusahakan segala sesuatu untuknya. Namun semua itu tidak bermanfaat baginya. Sebagian diantara mereka berkata, “Bagaimana kalau kalian mendatangi rombongan (para sahabat) yang telah singgah. Barangkali ada sesuatu (yakni, obat) diantara mereka”.Orang-orang itu pun mendatangi para sahabat seraya berkata, “Wahai para rombongan, sesungguhnya pemimpin kami tersengat, dan kami telah melakukan segala usaha, tapi tidak memberikan manfaat kepadanya. Apakah ada sesuatu (obat) pada seorang diantara kalian?” Sebagian sahabat berkata, “Ya, ada. Demi Allah, sesungguhnya aku bisa me-ruqyah. Tapi demi Allah, kami telah meminta jamuan kepada kalian, namun kalian tak mau menjamu kami. Maka aku pun tak mau me-ruqyah kalian sampai kalian mau memberikan gaji kepada kami”. Merekapun menyetujui para sahabat dengan gaji berupa beberapa ekor kambing. Lalu seorang sahabat pergi (untuk me-ruqyah mereka) sambil memercikkan ludahnya kepada pimpinan suku tersebut, dan membaca, “Alhamdulillah Robbil alamin (yakni, Al-Fatihah)”. Seakan-akan orang itu terlepas dari ikatan. Maka mulailah ia berjalan, dan sama sekali tak ada lagi penyakit padanya. Dia (Abu Sa’id) berkata, “Mereka pun memberikan kepada para sahabat gaji yang telah mereka sepakati. Sebagian sahabat berkata, “Silakan bagi (kambingnya)”. Yang me-ruqyah berkata, “Janganlah kalian lakukan hal itu sampai kita mendatangi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, lalu kita sebutkan kepada beliau tentang sesuatu yang terjadi. Kemudian kita lihat, apa yang beliau perintahkan kepada kita”. Mereka pun datang kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- seraya menyebutkan hal itu kepada beliau. Maka beliau bersabda, “Apa yang memberitahukanmu bahwa Al-Fatihah adalah ruqyah?” Kemudian beliau bersabda lagi, “Kalian telah benar, silakan (kambingnya) dibagi. Berikan aku bagian bersama kalian”. Lalu Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- tertawa“. [HR. Al-Bukhoriy (2156), Muslim (2201)]

Al-Imam Ibnu Abi Jamroh-rahimahullah- berkata, “Tempat memercikkan ludah ketika me-ruqyah adalah usai membaca Al-Qur’an pada anggota badan yang dilalui oleh ludah”. [Lihat Tuhfah Al-Ahwadziy (9/206)]


Cahaya Untuk Ummat Islam

Satu lagi diantara fadhilah Al-Fatihah, ia disebut dengan cahaya, karena di dalamnya terdapat petunjuk bagi seorang muslim dalam semua urusannya. Jika kita mengkaji Al-Fatihah secara mendalam, maka kita akan mendapat banyak faedah dan petunjuk. Oleh karena itu, sebagian ulama’ telah menulis kitab khusus menafsirkan Al-Fatihah dan mengeluarkan mutiara hikmahnya yang berisi pelita yang menerangi kehidupan kita.

Ibnu Abbas -radhiyallahu ‘anhu- berkata,

بَيْنَمَا جِبْرِيْلُ قَاعِدٌ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَمِعَ نَقِيْضًا مِنْ فَوْقِهِ فَرَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ: هَذَا بَابٌ مِنَ السَّمَاءِ فُتِحَ الْيَوْمَ لَمْ يُفْتَحْ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَنَزَلَ مِنْهُ مَلَكٌ فَقَالَ: هَذَا مَلَكٌ نَزَلَ إِلَى اْلأَرْضِ لَمْ يَنْزِلُ قَطُّ إِلاَّ الْيَوْمَ فَسَلَّمَ وَقَالَ: أَبْشِرْ بِنُوْرَيْنِ أُوْتِيْتَهُمَا لَمْ يُؤْتَهُمَا نَبِيٌّ قَبْلَكَ: فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَخَوَاتِيْمَ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ لَنْ تَقْرَأَ بِحَرْفٍ مِنْهُمَا إِلاَّ أُعْطِيْتَهُ

Tatkala Jibril duduk di sisi Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- , maka ia mendengarkan suara (seperti suara pintu saat terbuka) dari atasnya. Maka ia (Jibril) mengangkat kepalanya seraya berkata, “Ini adalah pintu di langit yang baru dibuka pada hari ini; belum pernah terbuka sama sekali, kecuali pada hari ini”. Lalu turunlah dari pintu itu seorang malaikat seraya Jibril berkata, “Ini adalah malaikat yang turun ke bumi; ia sama sekali belum pernah turun, kecuali pada hari ini”. Malaikat itu pun memberi salam seraya berkata, “Bergembiralah dengan dua cahaya yang diberikan kepadamu; belum pernah diberikan kepada seorang nabi sebelummu, yaitu Fatihatul Kitab, dan ayat-ayat penutup Surat Al-Baqoroh. Tidaklah engkau membaca sebuah huruf dari keduanya, kecuali engkau akan diberi“. [HR. Muslim dalam Shahih-nya (806), dan An-Nasa’iy (912)]


Penentu Sholat

Al-Fatihah adalah kewajiban bagi setiap orang yang mengerjakan sholat, baik ia imam, makmum, atau pun munfarid (sholat sendiri). Barangsiapa yang tak membacanya, maka sholatnya tak sah.

Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda,

مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيْهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فَهِيَ خِدَاجٌ ثَلاَثًا غَيْرُ تَمَامٍ فَقِيْلَ لِأَبِيْ هُرَيْرَةَ: إِنَّا نَكُوْنُ وَرَاءَ اْلإِمَامِ فَقَالَ: اِقْرَأْ بِهَا فِيْ نَفْسِكَ فَإِنِّيْ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: قَالَ اللهُ تَعَالَى: قَسَّمْتُ الصَّلاَةَ بَيْنِيْ وَبَيْنَ عَبْدِيْ نِصْفَيْنِ وَلِعَبْدِيْ مَا سَأَلَ

Barangsiapa yang melakukan sholat, sedang ia tak membaca Ummul Qur’an (Al-Fatihah) di dalamnya, maka sholatnya kurang (3X), tidak sempurna”. Abu Hurairah ditanya, “Bagaimana kalau kami di belakang imam”. Beliau berkata, “Bacalah pada dirimu (yakni, secara sirr/pelan), karena sungguh aku telah mendengar Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda, “Allah -Ta’ala- berfirman, “Aku telah membagi Sholat (yakni, Al-Fatihah) antara Aku dengan hamba-Ku setengah, dan hamba-Ku akan mendapatkan sesuatu yang ia minta”. [HR. Muslim (395), Abu Dawud (821), At-Tirmidziy (2953), An-Nasa’iy (909), dan Ibnu Majah (838)]

Abu Zakariya An-Nawawiy-rahimahullah- berkata, “Al-Fatihah dinamai sholat, karena sholat tak sah, kecuali bersama Al-Fatihah“. [Lihat Syarh Shohih Muslim (2/127)]

Inilah beberapa diantara keutamaan Al-Fatihah, kami sajikan bagi para khotib, da’i, penuntut ilmu, dan seluruh kaum muslimin agar mereka tahu dan mengamalkan hadits-hadits shohih ini, dan menyebarkannya, tanpa berpegang lagi dengan hadits-hadits lemah dan palsu tentang fadhilah Al-Fatihah.


Senin, 03 Februari 2014

Mengkritisi tanpa solusi

by: Prasetyo

Perlunya hati yang netral untuk melihat semua lebih dalam. Segala yang tampak tak selalu seperti yang terlihat, yang terlihat tak selalu seperti yang tampak. Jika hati berisi rangkaian dengki maka segala hanya tampak hitam. Dan hanya dirinya yang putih. Hati yang tak netral hanya cenderung melihat orang-orang yang dia suka saja yang bagus. Yang tak ia suka selalu saja tak bagus.

Kedewasaan menjadi dasar kendali sebuah pemikiran. Kedewasaan yang tak semata diukur melalui usia. Namun kedewasaan akan pengetahuan nilai hidup. Melihat dan menilai segala sesuatu memerlukan keahlian dan wawasan yang cukup luas, bukan sebatas ukuran rumah dan tempat kerja yang monoton. Seperti halnya seorang musisi ahli, ia dapat mengetahui fals atau tidaknya suatu musik hanya mendengar sepintas. Bagaimana mungkin bisa menilai baik buruknya partitur musik jika kemampuannya sebatas bikin roti tawar. Roti yang ia sajikan gak enak pula.

Apakah yang bisa menjadikan sebuah resto itu besar dan berkualitas? yang membuat resto menjadi besar dan berkualitas karena mereka konsisten menyajikan inovasi aneka masakan yang enak dan lezat. Mereka tidak melulu konsisten menyajikan menu masakan lama yang usang dan membosankan. Mungkin 20 tahun lalu menu itu menu yang digemari dan menjadi faforit. namun sekarang belum tentu, Masyarakat sudah semakin pintar, zaman berkembang. Aneka masakan dengan aneka cita rasa bertaburan dimana-mana. Hidup makin banyak pilihan.

Nah, masihkah kita sibuk menanam dengki namun enggan mengembangkan diri? Sibuk mencibir sambil maki-maki dibelakang namun tetap mengunyah makanan bikinan sendiri yang sudah tidak enak itu? Mau sampai kapan mengkritisi makanan tanpa mendidik generasi mendatang dengan menu resep baru yang enak dan lezat? Mau sampai kapan kita mengkritisi tanpa ada solusi?